Selasa, 13 Desember 2016

[FF ONESHOT] Treat You Better

Title : Treat You Better (Song-fic) Author : Salma F Genre : Romance, Urban-life Length : Oneshot PG-15 Main Cast : - Sandara Park - Kwon Jiyong - Jang Woo-young Dont be a silent reader. Jangan dicopas juga ya :) Enjoyyy!� *** Jiyong menurunkan sedikit kaca mobilnya. Ia bersandar pada kursi tanpa melepas seatbelt, ya, dia memang tidak akan turun. Pandangannya tertumpu pada gadis yang tengah duduk termangu di bangku panjang di depan mall itu. Gadis itu berulang kali mengecek ponsel dan berusaha menghubungi seseorang. "Lagi-lagi dia membuatnya menunggu." gumam Jiyong gusar. "Dan lagi-lagi gadis itu masih mau-maunya menunggu." balas seorang namja di sebelah Jiyong. "Oh, hyung. Aku tidak tahan lagi." keluh Jiyong pada namja di sebelahnya itu, Choi Seung-hyun. Seung-hyun terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Situasi ini terasa lucu. Selama hampir 3 tahun, tidak ada yang berubah dalam situasi ini. Gadis bernama Sandara Park yang dengan keras kepala dan kelembutan hatinya selalu dengan sabar menghadapi perilaku kekasihnya, Jang Woo-young yang suka bersikap seenaknya itu. Kwon Jiyong, yang hanya bisa menatap Dara yang dipujanya dari jauh tanpa bisa melakukan apa-apa meskipun ia sungguh ingin melakukannya. Dan dirinya sendiri, Choi Seung-hyun, sebagai penonton setia. Duduk manis di sebelah Jiyong sambil menenggak soda. "Kira-kira kali ini berapa jam si Woo-young membuat Dara menunggu?" Seung-hyun bertanya-tanya. Pertanyaan yang membuat cengkeraman tangan Jiyong pada setir semakin menguat. "Aku akan turun." ujar Jiyong, bersiap melepas seatbelt, namun Seung-hyun buru-buru mencegahnya. "Oh man.." Seung-hyun mengerang. "Apakah kita juga harus selalu mengulang adegan ini?" Jiyong menghela napas panjang. Batal turun. Karena yah, mobil SUV hitam itu sudah meluncur di hadapan Dara. Jiyong memalingkan wajah saat beberapa menit kemudian tubuh gadis pujaannya sudah ada di dekapan namja yang menurutnya sangat brengsek. Jang Woo-young. Jiyong pertama kali bertemu namja dengan rambut selalu dihighlight ini juga tiga tahun yang lalu. Saat Dara mengenalkannya sebagai pacarnya tepat di pesta ulang tahunnya. Pesta ulang tahun terburuk, tentu saja. Sandara Park adalah nyawanya. Mereka sudah bersama--sebagai sahabat bagi Dara, namun lebih bagi Jiyong, sejak mereka masih SMA hingga kini mereka sudah bekerja. Banyak sekali kenangan yang telah mereka lewati bersama. Kenangan yang membuat Jiyong semakin mencintai gadis itu tanpa ia sadari. Ia baru menyadari perasaan itu saat Dara mulai absen dari janji-janji mereka. Tentu saja sejak Dara berhubungan dengan Woo-young, sunbaenya di kantor yang over protective itu. Pada awalnya Jiyong masih tidak bisa menerima kenyataan. Dia-lah yang selalu ada untuk Dara. Tapi wae? Kenapa justru orang lain yang mendekap gadis itu? Kenapa justru orang lain yang mengecup kening gadis itu? Kenapa bukan dirinya? Tapi lambat laun Jiyong mulai bisa menerima kenyataan ketika ia melihat foto-foto Dara dan Woo-young di SNS. Mereka terlihat bahagia. Dara terlihat bahagia. Kemudian Jiyong mengerti, bahwa kebahagiaan Dara juga bahagianya. Tapi beberapa bulan kemudian, hubungan mereka renggang. Harusnya Jiyong senang akan hal ini. Tapi bagaimana ia bisa senang saat yang dilihatnya adalah Dara yang menangis tersedu-sedu di hadapannya karena Woo-young selingkuh? "Demi Tuhan, aku akan menghajarnya, Dara." ujar Jiyong yang mukanya sudah merah padam menahan amarah. Dara menggeleng lemah,"Andwe. Aku tidak mau terjadi keributan." "Tapi dia pantas mendapatkannya . Dia sudah--" "Sudahlah, Ji." ujar Dara parau, "Aku bisa menanganinya." Dan yang Dara maksud 'menangani' adalah memaafkan namja-nya itu lagi dan lagi. "You deserve better, Dara. Kau sangat sangat pantas mendapatkan yang lebih baik darinya." kata Jiyong, tiga bulan yang lalu. Saat Dara kembali terluka oleh perkara yang sama. Dan lagi, gadis itu menggeleng. "Dialah yang terbaik untukku, Ji. Aku mengenalnya lebih baik darimu. Aku sudah memilihnya, dan kau tahu aku kan? Aku akan tetap mempertahankan pilihanku." Jiyong mendengus kesal,"Apakah ini soal gengsimu? Apakah kau malu jika putus dengan micheon namja itu setelah selama ini kau mencoba memperlihatkan ke dunia bahwa kalian adalah pasangan paling bahagia? Begitu?" Dan Jiyong langsung menyesali perkataannya ketika melihat mata Dara meredup. Ia menyadari bahwa kata-katanya terlalu kasar. Dan justru menambah kesedihan gadis itu. "Mianhae, aku..aku.." Jiyong kelabakan. Kesulitan mencari kata apa saja yang bisa menghapus luka baru yang ditimbulkannya. "Gwenchana." ujar Dara, kentara sekali berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya ia rasakan. "Aku mengerti mengapa kau semarah itu." lanjut Dara. "Kau mengerti?" tanya Jiyong. Kau mengerti aku memujamu seperti orang gila?? "Ya, aku mengerti. Kalau aku jadi kau, aku pasti akan menampar diriku sendiri. Aku sendiri merasa bodoh, aku ingin meninggalkannya tapi saat kucoba, justru aku yang merasa lebih tersiksa. Bodoh sekali, ya?" ujar Dara kemudian tertawa hambar. Jiyong menelan ludah. Kecewa. Tapi ia justru dengan bodohnya ikut tertawa bersama Dara. Menertawakan dirinya sendiri yang tak pernah berani mengutarakan perasaannya, ataupun sekedar menyelamatkan Dara dari Woo-young, atau menghapus perasaan itu. *** Menjelang pertengahan Juli, yang juga menandai akan segera dimulainya libur musim panas, intensitas pekerjaan di kantor Jiyong semakin menggila. Hal ini membuat otak Jiyong dipenuhi oleh urusan pekerjaan yang penuh angka, dan akan segera overload jika ditambahi pikiran yang lain. Begitu juga dengan kantor Dara yang bergerak di bidang advertising, mendadak kepala-kepala divisi yang sudah kebelet ingin pergi ke pantai menagih ini-itu dengan seenaknya terhadap para bawahannya. "Chagi.." panggil Woo-young, sudah berdiri di depan kubikel Dara. "Ya?" jawab Dara, tetap memandangi layar komputernya. Woo-young mendengus gusar,"Apa kau sesibuk itu sampai harus mengacuhkanku?" "Oppa, aku ini kan masih hoobae disini. Jadi, pekerjaanku sangat banyak. Tolong mengerti, ya?" "Arasseo. Asal kau tidak melupakan janji kita malam ini saja." ujar Woo-young lalu berlalu pergi. Dara memandangi punggung Woo-young sambil tersenyum tipis. Malam ini Woo-young mengajaknya dating. Sudah lama sekali memang mereka tidak berkencan. Dara berharap semoga malam ini semuanya berjalan baik-baik saja. "Ah, akhirnya selesai juga semua laporan gila ini. Untung saja aku tidak sampai muntah." gerutu Jiyong sambil menekan tombol CPU dengan dramatis. Seolah, menekan tombol CPU itu simbol dari penderitaannya selama sepekan terakhir. "Ma brotherrr.." seru Seung-hyun dari luar. "Young-bae dan yang lain mengajak kita keluar." "Eodi?" tanya Jiyong, membereskan meja kerjanya. "Kemana lagi para bujang tampan pergi di Sabtu malam?" Jiyong hampir saja tersedak ludahnya sendiri. "Bujang kau bilang?" "Apakah kau lupa untuk siapa popok yang kau beli tadi siang, Choi Seung-hyun hyungnim?" sambung Jiyong. Dengan konyol, Seung-hyun menepuk dahinya, "Astaga. Aku lupa aku telah jadi Papa muda. Kalau begitu, aku harus pulang sekarang." "Ke tempat dimana Papa muda pergi di hari Sabtu malam, eh?" goda Jiyong sambil terkekeh-kekeh. Namun, Seung-hyun sudah keburu pergi. "Sabtu malam, ya..?" gumam Jiyong, mengecek jam tangannya. "Coba kita lihat, apakah Dara bisa meluangkan waktu sebentar," Jiyong merogoh saku jeansnya lalu menekan tombol speed dial, nomor 1. *Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif..* "Oh, dasar pabo. Si Jiyong yang pabo, apalagi yang bisa kau harapkan? Lebih baik aku pulang dan tidur." *** "Asa! Akhirnya selesai juga. Thanks God." Dara tersenyum sumringah. Ia baru saja menyelesaikan tiketnya untuk bisa menikmati liburan musim panas dengan damai. Kalau sudah begini, bos nya tidak akan menemukan alasan untuk memintanya mengerjakan apapun di tengah masa liburan. Namun, senyum gembira itu langsung sirna begitu Dara mengecek jam tangannya. "Omo.. Woo-young oppa!" Dengan kecepatan penuh, Dara beranjak berdiri, menyangklong tasnya dan berlari. Ia berharap Woo-young masih ada disana meski ia telat hampir satu jam. *** "Tidak pernah.." ujar Woo-young tajam, "Tidak pernah ada orang yang berani membuatku menunggu sampai selama ini.." lanjutnya. "Mian." ujar Dara lirih. Woo-young terdiam sejenak, menatap Dara yang menunduk di hadapannya datar sambil mengetuk-ngetukkan jari di atas meja. Menimbulkan keheningan yang tak mengenakkan, setidaknya bagi Dara. "Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang, hm? Makanan sudah dingin dan aku pun tidak selera lagi untuk mengobrol hal remeh." Hal remeh katamu? Perkataan menusuk Woo-young itu membuat emosi Dara yang dipendamnya jauuuh di dasar hati selama ini, langsung naik ke permukaan. Hingga membuat tubuhnya gemetaran dan matanya berair, saking jengkel dan gemasnya. "Nappeun namja. Micheon namja. Saekki!" jerit Dara, berdiri dan melempar garpu ke arah Woo-young. "Baru menunggu satu jam saja kau sudah meledak-ledak. Bagaimana denganku, ha? Bagaimana denganku?" "Tiga tahun kita bersama, entah sudah berapa kali kau membuatku menunggu. 30 menit, satu jam, dua jam, lima jam pun aku pernah menunggumu! Belum lagi tentang sikapmu yang selalu bermain api di belakangku. Apa kau bahkan sadar telah melakukan semua keburukan itu padaku?" seru Dara panjang-lebar. Dadanya naik turun dan ia jadi pusat perhatian di restoran itu. Tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin meluapkan semua uneg-unegnya selama ini terhadap Jang Woo-young. Jang Woo-young yang kini tengah menatapnya dengan tatapan asing. Seolah-olah Dara adalah anak kecil yang tak dikenalnya, yang tiba-tiba merengek histeris minta dibelikan permen. "Kenapa diam saja? Kau kaget aku bisa marah padamu?" teriak Dara lagi. "Sandara Park, duduk dan berhenti membuatku malu." perintah Woo-young tajam. Meski enggan, akhirnya Dara duduk kembali dan menyandarkan tubuhnya pada kursi, mengatur napas. "Cukup mengejutkan, memang. Kuakui aku tidak menyangka kau bisa memaki-makiku seperti itu. In public," cecar Woo-young. "Jadi bagaimana perasaanmu sekarang? Bangga? Bahagia?" tanya Woo-young sinis. Dara diam saja dan memilih membuang muka. "Aku sadar tentang yang sudah kulakukan padamu. Dalam kasus ini, sebetulnya, yang perlu disadarkan adalah kau, chagi." "Apa maksudmu?" Dara akhirnya buka mulut. "Maksudku?" ulang Woo-young sambil terkekeh, "Apa kau tidak menyadari bahasa tubuhku, perilakuku, semuanya jelas menyatakan bahwa aku tidak memiliki rasa apa-apa lagi terhadapmu." Deg. Mata Dara mengerjap dan ia bisa merasakan aliran darah menuju ke otaknya terhambat. Perkataan Woo-young sempurna membekukan otaknya. Membuatnya bingung harus bagaimana. "Oppa.. Ani, Jang Woo-young.. Kau.. Kau..." Ucap Dara terbata saat ia kembali menemukan kesadarannya. "Kenapa selama ini kau tidak bilang saja?" tanya Dara kemudian. Woo-young tertawa pelan,"Kau gadis yang begitu polos dan juga penurut. Dan juga cantik. Kalau aku bisa memanfaatkan gadis sepertimu lebih lama, kenapa tidak?" Cukup sudah. Dara berdiri, mengambil tasnya dengan kasar lalu melempar apa saja yang bisa dilemparnya ke arah Jang Woo-young. "Kau akan menyesal." ujar Dara sebelum pergi dengan suara bergetar. Dara keluar dari restoran dengan langkah cepat. Seakan restoran itu adalah neraka yang harus cepat-cepat ditinggalkannya. "Bodohnya aku.. Bodohnya aku.." seru Dara sambil memukul-mukul setir. Dara menegakkan tubuhnya. Pandangannya kabur karena air mata menggenangi pelupuk matanya, otak dan perasaannya kacau. "Tidak.. Aku harus segera pergi darisini." ujarnya pada diri sendiri, saat sudut matanya menangkap SUV hitam di hadapannya mulai didatangi si pemilik. Dengan serampangan, Dara menginjak gas dan dalam beberapa detik, mobilnya sudah mengarungi jalanan Seoul di malam Minggu yang padat dengan kecepatan di atas rata-rata. "Aku bersumpah akan menghajarnya, Dara," "Kau sangat sangat pantas mendapatkan yang lebih baik darinya." "Apakah ini soal gengsimu? Apakah kau malu jika putus dengan micheon namja itu setelah selama ini kau mencoba memperlihatkan ke dunia bahwa kalian adalah pasangan paling bahagia? Begitu?" Tiba-tiba semua kata-kata yang pernah Jiyong katakan padanya terulang kembali di otaknya. Seakan kepalanya baru saja dibenturkan sehingga Dara menyadari apa saja yang pernah Jiyong lakukan padanya. Dan itu membuatnya semakin tak terkontrol. Ia benar-benar butuh Jiyong, tapi di sisi lain ia merasa malu karena dulu ia begitu yakin kalau Woo-young dan dirinya akan bertahan. Dan juga, entah bagaimana, ia merasa takut Jiyong justru menjauhinya. Bagaimanapun, ia tak bisa memungkiri jika selama ia masih berpacaran dengan Woo-young, ia jadi sering mengecewakan Jiyong. "Ya Tuhan, Jiyong, naega jeongmal mianhae.." Bertepatan dengan itu, Dara tidak menyadari bahwa ia sudah sampai di pertigaan dimana hanya tinggal lurus setengah kilo ia sampai di rumahnya. Ia juga tidak memperhatikan karavan yang meluncur sama cepatnya dari arah kanan. "Naega jeongmal mianhae, Kwon Jiyong.." *** I know I can treat you better Than he can 'And any girl like you deserves a gentleman Tell me why are we wasting time On all your wasted crying When you should be with me instead I know I can treat you better Better than he can -- Shawn Mendes *** Matahari sudah tinggi, tapi tempat mirip gua beruang ini masih gelap. Hanya selarik-dua larik cahaya yang menerabas masuk lewat lubang ventilasi. Kwon Jiyong terkapar di atas tempat tidurnya dengan mulut setengah membuka. Setelah selama seminggu ia kekurangan tidur, hari ini ia bisa balas dendam dengan tidur seharian. Oh, bahagianya. Tapi kebahagiaan langka itu segera berakhir seiring dengan suara bel apartemennya yang tidak kunjung berhenti. "Aish jinjja!" seru Jiyong, menyerah, dan bangkit berdiri. "Ya, ya, sabar sebentar!" teriak Jiyong parau sambil membuka pintu kamarnya. "Ya Tuhan, bagaimana mungkin kau barusan bangun tidur?" seru Seung-hyun kaget melihat penampakan Jiyong yang bahkan masih 'terbungkus' selimut. "Memangnya kenapa? Ini kan hari libur.." Seung-hyun berdecak kesal lalu menggiring Jiyong ke arah wastafel. "Aduh.. Hyung.. Mau kau apakan aku?" "Cepat cuci muka, gosok gigi, dan ganti baju." "Ada apa sih sebenarnya? Aku masih mengantuk." "Palli, Kwon Jiyong." "Shireo. Aku masih mengantuk." Seung-hyun menghela napas panjang dan berkata, "Kalau kukatakan Dara semalam kecelakaan dan kini tengah kritis di UGD, masihkah mengantuk juga?" *** Biar bagaimanapun, Jiyong tetap bisa menarik napas lega. Dara telah melewati masa kritisnya dan kini sudah dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. Meski kaki kanannya harus digips. Jiyong sungguh tidak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaannya apabila terjadi sesuatu yang serius pada diri gadisnya itu. Apalagi penyebab semua ini adalah nappeun namja itu, siapa lagi kalau bukan, Jang Woo-young. "Dara, cepatlah bangun. Kali ini aku tidak akan berdiam diri lagi. Aku akan mengatakan yang sebenarnya padamu. Tidak peduli meski kau akan marah atau benci padaku.." "Akhirnya kau membuat keputusan yang benar, brother." ujar Seung-hyun yang ada di sampingnya dengan penuh kelegaan, sambil menepuk-nepuk bahu Jiyong. "Ya. Tapi aku sedikit menyesal kenapa harus butuh waktu selama ini hingga Dara jadi celaka untuk bisa membuatku punya keberanian untuk mengatakan yang sejujurnya." "Gwenchana. Aku yakin setelah ini semuanya akan berjalan dengan lebih baik dari sebelumnya." Seung-hyun berusaha memberi dukungan. *** "Kwon Jiyong.." ujar Dara lemah, memanggil nama orang yang pertama kali dilihatnya saat ia siuman. Senyum Jiyong merekah, ia buru-buru bangkit dari kursinya dan menunduk untuk mengamati kondisi Dara lebih jelas. "Bagaimana kondisimu? Yang mana yang sakit? Kata dokter tadi kondisimu sudah lumayan stabil. Tapi kau harus beristirahat disini selama beberapa hari dan gips di kakimu--" "Ji," panggil Dara, sengaja menyela ucapan Jiyong yang seakan tak ada ujungnya. "Maafkan aku." "Maaf? Untuk apa?" tanya Jiyong bingung. "Aku telah banyak menyakitimu." "Aku tidak merasa begitu." balas Jiyong. "Dara, sebenarnya, aku berniat ingin mengatakan sesuatu begitu kau siuman." lanjut Jiyong kemudian. "Apa?" Jiyong menatap Dara ragu lalu mengatur napas. Ya, dia harus mengatakannya sekarang. Now or never. Apa lagi yang ia tunggu? "Aku.. selama ini.. aku.." "Kau--" "Aduh, jangan dipotong dulu. Dara, aku.. Aku.. Mencintaimu." Hahh, akhirnya, batin Jiyong lega. Kini hanya tinggal menanti reaksi dari Dara. Tapi, kenapa gadis itu justru bengong? "Hanya itu?" tanya Dara heran. "Apa?" Jiyong justru balik bertanya, heran karena Dara biasa-biasa saja. "Iya.. Apa hanya itu yang ingin kau bicarakan padaku?" Jiyong mengangguk ragu. "Ji, kalau itu sih aku juga sudah tahu." ujar Dara yang membuat Jiyong melotot. "Kau sudah tahu?" Dara mengangguk sambil tersenyum geli. "Oh sial. Aku merasa malu." ungkap Jiyong. "Kenapa harus malu? Justru aku yang harus malu padamu. Dulu aku sesumbar padamu tentang aku dan Woo-young yang pasti langgeng. Tapi justru--" "Dara," Jiyong dengan spontan mengenggan tangan Dara yang bebas dari selang infus, "Mari kita lupakan masa lalu. Hanya jalani saja hari ini, masa depan kita masih panjang." "Kita?" "Ya. Dara, aku tidak tahu apa yang kau rasakan terhadapku sekarang. Dan aku juga tidak tahu bagaimana cara untuk menarik hatimu, karena kau tahu sendiri aku sama sekali tidak bisa romantis.." aku Jiyong yang membuat Dara tersenyum. "Tapi satu yang pasti, aku akan selalu bisa memperlakukanmu dengan baik. Lebih baik dari Woo-young dan namja manapun. Kau percaya itu kan?" THE END. Ini FF Oneshot pertamaku lho btw �� gimana? Alaykah?�� RnR yaa^^

Selasa, 25 Oktober 2016

In Love with Bus Again

Haloooo! Kali ini, aku mau share soal salah satu rutinitas yang kini hampir setiap hari aku jalani. Six days a week, kecuali hari libur. Ini sebenernya simpel aja sih, tapi aku nikmatin banget. Yaitu naik bus. Ya, akhirnya jadi anak naik bus lagi. Dan rutenya lebih jauh.

Jadi sebenarnya, awal masuk di sekolahku yang sekarang itu pengennya asrama. Tapi ternyata udah penuh, jadilah aku harus nungguin asrama yang baru jadi. Mau nggak mau harus bolak-balik dari Magelang ke Jogja, sekolahku. Awalnya bapak nganter jemput tiap hari, tapi karena ternyata uang bensinnya jadi membengkak dan uang belanja ibuk terancam, plus kerjaan bapak juga keteteran, akhirnya aku harus naik bus. Awal-awalnya sih, aku dilepas di daerah Tempel, Sleman, buat naik mini-bus (I call it engkel Jogtem, my lovely Jogtem kalau sopirnya baik) tapi udah seminggu ini harus berangkat dari rumah.

Naik bus itu seru. Seruuuu banget. Kita bisa nemuin orang-orang yang berbeda, cerita yang berbeda, setiap harinya. Yah, meskipun aku kadang kebanyakan molor, apalagi kalau bus pagi, pernah aku tidur dari daerah Muntilan sampai daerah Sleman. Itu gara-gara begadang karena... bukan belajar sih, hehe, karena ikut-ikut emak nonton mas Arka sama mbak Naura sayang-sayangan. Heheee~~

Nah, di bus itu, aku paling suka nebak karakter sopir sama kernetnya. Karena aku selalu naik bus pertama jam lima seperempat, biasanya pak sopir sama pak kernetnya masih suka bercandaan. Tapi kadang, pernah naik bus terakhir jaman SMP, sopir sama kernetnya udah flat face gitu.

Hal kedua, kalau naik Cemara Tunggal, Ragil Kuning, atau bus apapun jurusan Borobudur dari Jombor, itu kadang ada bulenya. Waah, seru banget deh kalau sampe bisa ngobrol. Pengalaman ngobrol sama bule paling seru itu justru dateng pas aku masih kelas 7 SMP, dan bahkan saat itu belum punya seragam SMP. Waktu itu, aku dan sebuah grup bernama BBC (Borobudur Bus Community) dengan tingkat kealayan penuh dan kepercayaan diri dan hasrat ingin ngomong Inggris yang menggebgebu, bertemu dengan seorang bule cantik dari Belanda yang namanya Anna. Kita ngobrol heboh banget sampai hampir semua manusia di bus itu memusatkan perhatiannya ke kita.

Dan beberapa hari kemudian, Anna mengirimkan sebuah e-mail yang isinya pada dasarnya menceritakan bahwa ia sudah berkunjung ke Borobudur dan sangat kagum. Nah sayang banget waktu itu aku masih bad banget Inggrisnya, jadi aku balesnya pakai bantuan GTranslate dan itu ancurrr banget.

Nah, segini dulu aja ya. Aku sambung lain kali. Byeeee :**


Selasa, 13 September 2016

Hello from Me!

Hi everybody. Wah, long time no see banget ya. Udah hampir 9 bulanan nggak post disini. Dan selama kurun waktu itu juga banyak sekali hal complicated yang terjadi. Tapi akhirnya bisa juga nongol disini lagi. Hehe~

Sayang banget, kayaknya isi blog ini akan makin campur-campur lagi. Abis sekarang aku malah udah nggak boleh lagi nonton drakor. Bener-bener nggak boleh. Haram. Padahal kan awalnya isi blog ini segala macam Korea-Koreaan ya? Huhu, bingung mau dihapusin apa enggak awalnya. Tapi begitu liat postingan terakhir yang banyak komennya, mending gausah aja kali ya? Buat kenangan T.T

Oh iya, gimana kabarku sekarang? Alhamdulillah baik. Nggak tau kalau mantan gimana kabarnya. Semoga juga baik. Amin. Dan yang paling nyenengin adalah, sekarang aku udah SMA lho. Hihi. Nggak penting banget ya? Emang. Nah, alhamdulillah sekarang aku jadi anak madrasah. Kadar kealiman insyaallah bisa makin naik.

Segini aja sih kabar terkini nan nggak penting dari aku. Insyaallah kedepannya bakal lebih sering ngeblog lagi. Tunggu postingan aku yang selanjutnya yah. Byeeee!! *tebarkissbye*
 

Salma Fannisha Template by Ipietoon Cute Blog Design